Anik Cha

Renungan Hidup, Cerpen, dan berbagai cerita masa lalu


 
              Kawan, ini adalah cerita tentang sobatku. Aku mengenalnya sekita 5 tahun yang lalu. Semula aku senang berteman dengannya karena dia punya banyak buku dan novel. Jadi hobbyku baca novel bisa tersalurkan tanpa aku membeli novel (maunya yang gratisan aja hi...hi)


Dia begitu baik kepadaku. Lama-lama akupun tahu bahwa dia juga sangat baik kepada semua orang, ya kepada semua orang. Kadang ada orang yang memanfaatkan kebaikannya, tapi dia tidak sakit hati, marah atau dendam (beda banget dengan aku yang suka dendam jika ada yang jahat ke aku). Kalau kalian mengenalnya pasti kalianpun akan sependapat dengan aku, mengatakan bahwa dia sangat baik.
Beberapa kebaikannya antara lain, jika kalian berhutang kepadanya, dia tidak mau menagih, dibayarpun dia tidak mau menerimanya. Pernah suatu hari aku pergi ke toko buku dengannya, karena dia yang memborong banyak buku dan aku hanya membeli sedikit, aku nitip ke dia agar sama-sama aja bayarnya. Pikirku di rumah nanti aku ganti. Begitu sampai di rumah aku tanya berapa hutangku, dia jawab ga usah. Aku ingat berapa tadi harga bukuku, maka aku berikan uang kepadanya. Dia tidak mau, lalu aku taruh di lantai rumahnya dekat bukunya yang baru dia beli tadi. Keesokan harinya ketika aku ke rumahnya lagi, uang itu masih di lantai sama dengan kemarin. Aku tanya kenapa tidak diambil, katanya kan bukan uangnya, jadi tidak diambil. Takut uang itu tertiup angin atau dibawa lari tikus,  akhirnya uang itu kuambil kembali.
Suatu hari di Minggu pagi sepulang dari belanja ke pasar, aku melihat ada beberapa tanaman di teras rumahku. Setelah kulihat, tanaman dalam polybag-polybag itu adalah stroberi yang aku inginkan selama ini. Setengah berlari aku masuk ke dalam rumah, aku tanya ayahku katanya temanku yang biasanya yang membawakan stroberi tersebut. Jarak rumahku dengan rumahnya cukup jauh sekitar 30 km, dan diapun mendapatkan stroberi tersebut tentu saja dari tempat yang jauh pula. Kenapa dia tidak menyuruhku mengambilnya saja di rumahnya sepulang sekolah? Aku kalau pulang melewati daerah rumahnya. Keesokan harinya aku tanya berapa harga stroberinya, seperti biasa dia bilang ga usah bayar. Ketika kami main ke rumah salah satu teman kami, uang itu aku berikan ke[adanya dan seperti biasa pula dia tidak mau. Aku taruh di atas toples kue dekat tasnya, berharap ketika pulang dia mengambil uang itu. Sampai kami pamitan pulangpun dia juga tidak mau mengambil uang itu. Yaa kejadian berulang lagi, aku ambil lagi uangnya (sebenarnay niat apa ga sih bayar utangnya he...he, lha daripada uangnya mawut diterbangkan angin mending tak ambil lagi ) .
Kebaikannya yang ke dua, setiap makan dengannya pasti dia yang bayar. Bagaimanapun kita memaksa pasti dia tidak mau dibayari. Badanku yang kurus jadi lebih gemuk gara-gara keseringan dibayari makan oleh dia.
Kebaikan yang ke tiga, dia rela menolong siapapun. Menjelang hari raya kami belanja kue-kue. Aku tidak dapat membawa belanjaanku, eh belanjaanku ditaruh di rumahnya dan dia mengantarkan kue-kue itu ke rumahku dua hari kemudian (aku tegaskan lagi jarak rumah kami cukup jauh). Panas-panas lagi puasa ke rumahku hanya untuk mengantarkan kue.
Suatu hari aku mau diklat cukup lama dan butuh printer, aku tidak bisa membawa printerku ke sekolah. Dia datang ke rumahku mengambil printerku dan dibawanya ke sekolahku. Karena printerku rusak, aku serviskan dulu. Eh pas waktunya berangkat ternyata printerku belum selesai. Akhirnya dia pinjamkan printernya untutkku, dibawanya printernya ke sekolahku. Setelah pulang diklat aku kembalikan printernya, dia pula yang mengambilnya (mau aku antarkan tidak boleh). Dia juga memberiku sekotak brownies. Lha aku jadi bingung, aku yang pinjam printer, kok malah aku dikasih brownies.  Itulah beberapa kebaikannya yang dilakukan kepadaku, masih banyak sederet kebaikannya yang lain yang tidak mungkin aku tuliskan semuanya di sini.
Kalau kalian ingin berbuat baik kepadanya, sebaiknya kalian sembunyikan. Jangan sampai dia tahu. Karena jika dia tahu, dia akan membalas kebaikan kalian dengan berlipat-lipat kalinya. Ibaratnya jika kalian memberinya sebutir beras, dia akan memberi kalian segenggam beras. Tapi kalian jangan memanfaatkan situasi ini untuk mengambil untung, misalnya memberinya sesuatu dengan harapan dia akan membalasnya dengan yang lebih banyak. Atau berhutang kepadanya dengan harapan dia tidak mau dibayar. Kalau kalian melakukan ini, kalian bisa kualat tujuh turunan.
Kalian pernah mendengar tentang rumah singgah? Selama ini aku menetahuinya lewat bukunya Tere Liye. Tapi sekarang aku melihatnya sendiri. Rumah temanku tadi bisa dikatakan sebagai rumah singgah. Dia menampung anak-anak sekolah yang rumahnya jauh. Dia memberi makan anak-anak tersebut tiap hari tanpa meminta uang sepeserpun. Bahkan jika anak-anak tersebut kehabisan uang saku atau perlu membeli alat tulis, dia pun memberinya. Rumah itu bukan rumahnya, dia mengontrak dengan uangnya sendiri dan ditempati bersama anak-anak tersebut. Jangan tanya kebersihan rumah itu. Tak ada sampah satupun yang berserakan dan semua barang tertata rapi. Bermacam-macam tumbuhan ditanam di belakang rumah.
Aku sering iseng di pagi buta sebelum subuh mengirimkan sms ke beberapa temanku, termasuk dia. Teman-temanku kebanyakan tidak membalasnya, mungkin masih terbuai mimpi indahnya. Tetapi dia menjawabnya, mengatakan sedang memasak atau mencuci piring. Memasak untuk siapa? Tentu saja untuk anak-anak yang tinggal di rumahnya. Mengapa dia memsak di pagi buta? Karena pukul 06.00 dia sudah bergaul dengan murid-muridnya di sekolah. Pernah aku berangkat pagi-pagi maksudku menjemputnya. Aku sampai di rumahnya pukul 06.00, kata Ping-ping ( anak yang tinggal di rumahnya), dia sudah berangkat dari tadi.
Dia membuatku menangis, menangisi setumpuk kebaikannya. Kok ada orang seperti itu di dunia ini, dia bukan orang yang kaya harta tetapi kekayaan hatinya melebihi siapapun. Aku sudah sering menangis, menangis karena merasa diperlakukan dengan jahat oleh orang lain, menangis karena kenyataan hidup tidak sesuai dengan keinginanku.   Tapi kali ini aku menangis dengan rasa yang lain. Lalu masih pantaskah aku meratapi semua yang menimpaku sementara di dekatku ada orang yang begitu tulus meberikan kebaikan kepada semua orang tanpa pandang bulu? Kebaikannya bersinar laksana bintang yang tak pernah pudar, aku menobatkan dia sebagai orang paling baik ke-tiga di pernah kutemui di dunia ini setelah nenekku dan mantan kepala sekolahku.

0 komentar:

Posting Komentar