Anik Cha

Renungan Hidup, Cerpen, dan berbagai cerita masa lalu

          Pernahkan melihat acara JIKA AKU MENJADI... yang ditayangkan Tran TV? sejak acara tersebut ditayangkan beberapa tahun lalu, saya sudah menyukai dan mengacungkan jempol untuk acara tersebut. Menurut saya acara "Jika Aku Menjadi..." sangat bagus, dapat menimbulkan rasa empati, meningkatkan syukur terhadap semua karunia Allah, menggugah hati untuk berbagi dengan orang yang kekurangan, dan mungkin juga dapat menggugah pemerintah untuk lebih memperhatikan rakyat kecil.
          Biasanya ketika melihat acara tersebut saya merasa kasihan, tidak tega, meneteskan air mata dan berdoa semoga Allah memberi ketabahan dan rizki kepada keluarga yang ditayangkan pada acara tersebut. Namun pada episode yang kalau tidak salah ditayangkan tanggal 18 Juni 2011, air mata ini tidak hanya menetes tapi bercucuran mengalir deras tak tertahankan. Hingga tulisan ini diterbitkan saya masih terbayang-bayang tayangan tersebut. Episode tersebut menayangkan kehidupan dua orang yang sudah lanjut usia tinggal bersama anak perempuannya yang menderita keterbelakangan mental dan seorang cucunya. Rumah mereka tak layak huni. Kondisi keluarga mereka tak jauh beda dengan episode-episode sebelumnya. Lalu apa yang membuat saya menangis tersedu-sedu? Sang suami yang menjadi tumpuan keluarga ternyata hanya mempunyai satu kaki
          Seorang laki-laki tua, kakinya cacat, tak punya harta, pekerjaan tak tentu, menanggung kehidupan 3 orang keluarganya, mempunyai anak yang menderita keterbelakangan mental, ternyata masih bisa tertawa ceria dalam menghadapi kerasnya hidup ini. Dia berjualan sapu lidi, menawarkan sapunya naik sepeda dengan kakinya yang cacat.  Memakai kaki palsu yang tidak layak, sepertinya dari bambu. Hati saya seperti ditampar, dicabik-cabik. Dada rasanya sesak. Oh betapa hebatnya orang tua itu, begitu tabah dan ikhlasnya dia. Sementara kita dengan keadaan yang jauh lebih baik, masih mengeluh tiap hari, dikasih cobaan sedikit sudah merasa seakan dunia tak bermentari lagi.  Mungkin seharusnya kita belajar dari orang-orang seperti itu.
         Mudah-mudahan dengan belajar dari kehidupan oarng-orang yang kurang beruntung dapat membuat kita lebih mensyukuri hidup. Meningkatkan rasa empati dan mengulurkan tangan ini untuk berbagi dengan sesama. Amin
         



 
     

1 komentar:

Ye... kok gitu? Mending kalau sudah jadi saja baru posting!

Posting Komentar